Lantai adalah bagian bangunan yang setiap hari dilintasi. Karena itu hampir semua developer mengatakan, faktor pertama yang mereka lihat saat memilih penutup lantai adalah daya tahannya terhadap beban, gores, dan noda. “Kualitas itu yang pertama kita lihat saat memilih penutup lantai,” kata Josida Kusuma, GM Marketing Grand Wisata (Bekasi).
Tentu saja istilah kualitas di sini relatif, sesuai dengan kelas penutup lantai dan segmen perumahan masing-masing. Faktor berikutnya yang memengaruhi pilihan developer beragam. Ada yang menyebut kepastian suplai, ada yang lebih concern pada tipe, motif, dan warnanya, ada yang sangat memperhatikan harga, ada pula yang melihat kombinasi berbagai faktor itu. Ini menjelaskan kenapa perumahan menengah atas tidak selalu memilih penutup lantai branded.
Pertimbangan bisnis bagaimanapun sangat mempengaruhi pilihan. Paramount Serpong (Tangerang) misalnya, memilih Mulia karena kualitasnya memenuhi syarat, presisi dan konsisten, distribusi luas, dan suplai terjamin meskipun pilihan tipe, motif, warna, dan ukurannya lebih terbatas.
“Bagi kita kepastian suplai itu penting karena jadwal serah terima rumah kita dalam tanggal, bukan lagi bulan,” kata Tanto Kurniawan, Presiden Direktur Paramount Serpong. Sementara Grand Wisata memakai Mulia, Platinum, dan Asia Tile sekaligus dengan alasan kecocokan dengan desain rumah dan harga lebih kompetitif.
“Kalau ada yang lebih murah, kualitas tetap masuk, cocok dengan desain rumah dan terjamin suplainya, kenapa nggak,” ujar Josida. Ia menambahkan, merek tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap pilihan konsumen. Konsumen lebih melihat kesesuaiannya dengan desain rumah.
Dominasi keramikKeramik termasuk homogeneous tile (keramik yang diproduksi meniru proses pembentukan batu alam seperti marmer), masih menjadi pilihan penutup lantai (dan dinding) favorit di 100 perumahan yang disurvei Housing Estate di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sepanjang Desember 2006 – Mei 2007. Penutup lantai lain hampir tidak ada, kecuali marmer dan parket yang terbatas dipakai di rumah mewah atau untuk ruangan tertentu.
Dibanding survei serupa tahun 2005, kebanyakan perumahan masih konsisten memakai merek-merek ternama seperti Roman/Romangres (Lyman Group), Mulia (Mulia Group), Herkules/Milan (Wings Group), KIA, dan Platinum. Meskipun demikian merek-merek yang sebelumnya kurang terdengar seperti Genova, Kaisar, Ikad, Eurogres, dan keramik Cina juga makin banyak mencuat ke permukaan.
Kalaupun tidak secara tunggal, merek-merek itu dipakai sebagai kombinasi merek-merek tersohor. Harganya lebih murah, kualitasnya tidak terlalu jauh berbeda. Kenaikan harga bahan bangunan dan suku bunga pasca kenaikan harga BBM akhir 2005 memaksa sebagian developer berimprovisasi dengan pilihan materialnya.
Roman dan Romangres tetap perkasa sebagai lantai keramik yang paling banyak dipilih, disusul Mulia dan Herkules/Milan. Secara keseluruhan Roman/Romangress dipilih 26 perumahan, disusul Mulia (16 perumahan), dan Herkules/Milan (9 perumahan). Roman/Romangres mendominasi Jakarta dan Bogor, dipilih masing-masing 6 dan 8 perumahan dari 17 dan 24 perumahan yang disurvei.
Sedangkan di Tangerang Roman/Romangres berimbang dengan Mulia. Roman/Romangres dipilih 9 perumahan dari 32 perumahan yang disurvei, Mulia dipakai 8 perumahan. Begitu pula di Bekasi, Roman berbagi angka yang sama dengan Mulia dan Milan/Herkules, sama-sama dipilih 2 dari 13 perumahan yang disurvei. Sementara di Depok, Herkules yang leading, dipilih 4 dari 14 perumahan yang disurvei, disusul Mulia (2 perumahan) dan Roman (1 perumahan).
Pemakai Roman hampir seluruhnya perumahan menengah atas. Sebaliknya yang memilih Mulia dan Herkules/Milan 95 persen perumahan menengah. Kalaupun perumahan menengah atas memakai Mulia dan Herkules/Milan, lebih sebagai kombinasi Roman atau untuk rumah-rumah tipe sedang.
Paling lengkap
Roman nyaris menjadi pemain tunggal di pasar keramik lantai dan dinding untuk kalangan menengah atas. Koleksinya paling lengkap baik jenis, tipe, motif, warna, maupun ukurannya, sehingga bisa memenuhi selera dan kebutuhan semua developer. “Setiap bulan kita melansir koleksi baru,” kata Adrianto Gunawan, Marketing Supervisor PT Satyaraya Keramindo Indah yang mendistribusikan Roman.
Kualitas Roman juga paling andal, presisi, konsisten, dan lebih halus. Bagaskoro, Marketing Manager Jagakarsa Residence, salah satu perumahan menengah atas di Jakarta, misalnya, mengaku memilih Roman karena alasan ini.
Alexander Mulyoto, developer perumahan Sawo Griya Kencana, Depok (Jawa Barat), yang memakai Herkules sesuai dengan segmen pasar perumahan yang dikembangkannya, mengakui keandalan Roman itu.
“Kualitas Herkules mungkin tidak kalah bagus. Tapi, ukurannya masih bisa beda semili-semili. Sedangkan Roman lebih presisi dan sudah lama eksis, sehingga tukang lebih pede dan familiar. Ibaratnya kalau Roman, tukang tinggal pasang. Sementara keramik lain harus lihat-lihat dulu karena ada kemungkinan tidak sama,” tutur pria yang juga berprofesi sebagai kontraktor itu.
Ia berpendapat, untuk perumahan menengah atas merek itu penting, karena konsumennya sudah brand minded. Mereka selalu menanyakan merek penutup lantai yang dipakai developer. Bila disebutkan nama Roman, umumnya konsumen langsung percaya dengan kualitasnya.
Distribusi Roman pun paling luas. “Kita sudah berjualan dari Sabang sampai Merauke,” kata Adrianto. Belakangan semua keramik Roman yang sebagian diekspor itu, diproduksi dengan teknologi gres agar lebih tahan terhadap benturan, gores, dan noda. “Teknologi gres adalah teknik produksi dengan bahan baku pilihan dan sistem pembakaran sempurna,” jelasnya.
Tidak heran Roman menjadi acuan developer dalam memilih keramik lantai. Ingat saja istilah “setara Roman” dalam brosur banyak developer. Hazmi Mubarak, Supervisor Teknik Permata Depok Regency, Depok (Jawa Barat), misalnya, mengaku memakai Herkules tipe Xenon Gray ukuran 40 x 40 karena motifnya mirip Roman, kualitas dan harganya cocok dengan segmen rumah yang dibangunnya.
Selain itu motif dan warna Herkules konsisten meskipun pilihannya tidak banyak. “Keramik lantai lain kadang cepat berganti motif. Sekarang putih, tiga bulan kemudian sudah agak berbeda putihnya. Atau motif enam bulan lalu sekarang tidak diproduksi lagi sehingga kita kesulitan mendapatkannya,” tuturnya.
Menurut Adrianto, Roman bukan lagi sekedar komoditas tapi sudah berkembang menjadi produk desain. Karena itu wajar harganya lebih mahal dan menjadi favorit kalangan menengah atas. “Kita selalu mengikuti tren,” ujarnya. Roman sudah memiliki tiga show room di Jakarta yang memungkinkan konsumen melihat tren dan aplikasi produknya.
Komoditas dan fashion
Dari sisi kualitas Supermilan mungkin tidak berbeda dengan Roman. Tapi, brand-nya belum sekuat Roman. Begitu pula koleksi dan jangkauan distribusinya, belum selengkap, sekonsisten, dan seluas Roman. Wings Group misalnya, baru berproduksi sejak Juli 1997 melalui PT Saranagriya Lestari Keramik dengan merek Herkules untuk pasar menengah ke bawah, Milan untuk segmen menengah, dan Supermilan untuk kalangan atas.
Dua merek pertama lebih diarahkan sebagai komoditas, sedangkan Supermilan diposisikan sebagai produk desain. “Makin lama perkembangan industri keramik makin ke arah fashion,” kata Suhartono Mulyadi, Product Manager PT Saranagriya Lestari Keramik.
Baru-baru ini Supermilan melansir koleksi Habitat Series yang meniru enam elemen alam beserta teksturnya: batu, kayu, besi, marmer, tekstil, dan kaca. Koleksi itu memudahkan konsumen menyesuaikan pilihan penutup lantai dengan berbagai gaya interior yang diinginkan. Supermilan mendefinisikan lima gaya interior yang ngetren saat ini: glamour (klasik modern), urban (minimalis fungsional dan kontemporer), hype (art deco), zen (minimalis industrial), dan neo (minimalis futuristic).
Karena relatif baru, masih perlu waktu bagi Supermilan untuk meyakinkan keandalan produknya di pasar. Wings Group pun menyadarinya. Sebab itu mereka intens menggarap proyek perumahan. Jangan heran dalam survei kali ini produknya makin banyak dipilih. “Proyek-proyek itu membuka jalan memperluas pasar ritel kita. Bila mereka memakai produk kita, 10 tahun mendatang akan datang repeat order dari para pemilik rumahnya,” kata Suhartono.
KIA, Platinum, dan Genova sebenarnya juga pemain lawas seperti Roman. Genova yang baru dilansir enam tahun lalu untuk pasar menengah atas, diproduksi PT Keramik Diamond Industries (berdiri sejak 1978) yang sudah terkenal dengan merek Diamond untuk pasar menengah bawah dan Grand Master untuk rumah menengah.
Hanya, entah kenapa KIA terkesan agak tersendat perkembangan produknya. Sementara Platinum dan Keramik Diamond yang berkantor pusat di Surabaya, baru setelah krisis moneter lebih intens menggarap pasar Jabodetabek. Itu pun tidak sepenuhnya fokus menggarap proyek perumahan.
“Bagi kita pasar perumahan lebih sebagai mercu suar untuk mempertegas eksistensi produk. Pangsa terbesar kita tetap pasar ritel,” kata Iwan Kusuma, Area Sales Manager PT Da Vinci Keramindo, distributor utama Genova yang sebagian produksinya juga diekspor.
Ia mengakui, belakangan banyak bermunculan merek baru sehingga persaingan keramik lantai makin ketat. “Banyak yang pakai merek sendiri meskipun tidak punya pabrik. Produksinya nyewa pabrik orang lain. Yang begini ini jumlahnya ratusan,” katanya. Belum terhitung persaingan dari keramik Cina.
Mulia yang juga pemain lama dengan cakupan distribusi sama luasnya dengan Roman, bisa saja membuat produk sekelas Roman. Hanya sampai kini Mulia memposisikan produknya sebagai komoditas dengan
massa produksi besar untuk kalangan menengah dan menengah bawah. Karena itu pilihan jenis, tipe, warna, motif, dan ukuran keramiknya lebih terbatas.
www.housing-estate.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar